Memupuk Asa dari Sudut Surabaya: Vera untuk Kartini Muda Indonesia
Namaku Vera. Baru dua tahun yang lalu, aku memutuskan untuk memulai perjalanan hidup baruku. Sebelumnya, aku terlahir dari keluarga berkecukupan. Kami tidak berasal dari keluarga yang kekurangan, pun juga tidak berlebih. Sehari-hari, Bapak dan Ibuku bekerja untuk menjajakan sayur di sebuah pasar tradisional di salah satu kota besar — kota Surabaya. Seringkali, aku bersama adikku juga membantu Ibu untuk berbelanja, sekedar mengantar atau untuk membawakan sayur-mayur belanjaan Ibu untuk dijual kembali di kios Ibu. Namun, ternyata Tuhan selalu memiliki rencana yang sangat indah. Tepatnya di bulan Mei tahun 2015, Ibu meninggalkan kami. Meninggalkan aku, adik dan bapakku. Gejala hepatitis adalah penyakit yang justru baru kami ketahui dari dokter setelah Ibu menghembuskan nafas terakhirnya.
Kepergian Ibu kala itu membuatku tergerak untuk meneruskan usaha menjual sayur. Sambil berjualan sayur di pasar, saat ini, aku juga sedang menempuh pendidikan Sarjana di salah satu Universitas terbaik di Surabaya. Sebab, pendidikan adalah yang nomor satu bagi orangtuaku. Kesibukan kuliah dan berjualan sayur di pasar sungguh menyita waktuku. Waktu belajarku, waktu istirahatku, dan waktuku untuk menemani Bapak. Terlebih karena Bapak memiliki kondisi fisik yang lemah sejak penyakit jantung tinggal di dalam tubuhnya bertahun-tahun. Ketika aku kecil, Bapak sudah berkali-kali keluar masuk Rumah Sakit untuk sekedar kontrol, periksa jika suatu saat kambuh, bahkan harus rawat inap karena penyakit jantung. Setiap hari, Bapak juga tidak pernah lupa mengonsumsi obat khusus dari dokter untuk melawan rasa sakit. Tentu, bukan keadaan yang seperti itu yang aku inginkan dari Bapak. Aku selalu menginginkan Bapak dalam kondisi yang sehat. Aku pun juga menginginkan selalu bisa menemani Bapak di rumah. Bercerita tentang hal apa saja pada Bapak seperti tentang keseharian di kampus, pengalaman berjualan atau sekedar menanyakan bagaimana keadaan Bapak. Namun, ternyata Tuhan lebih sayang pada Bapak. Bapak meninggalkan kami tepat setahun setelah Ibu pergi.
Sebagai anak pertama, tentu aku harus bertanggung jawab atas apa yang Bapak dan Ibu titipkan padaku. Kehilangan sosok orangtua membuat aku dan adikku semakin bertanggung jawab atas amanah dari Bapak dan Ibu. Kami harus menjadi perempuan yang sama-sama kuat dan saling menguatkan. Mengurus semuanya sendiri, mengatur keuangan, mencari biaya untuk kuliah kami, kebutuhan untuk makan, dan kebutuhan lainnya sehari-hari.
Malam hari terasa lebih panjang bersama dengan motor kesayanganku, lengkap dengan karung di kanan kiri untuk meletakkan sayur. Di saat perempuan seusiaku sewajarnya dapat beristirahat pukul sebelas malam, aku baru memulai aktivitas untuk membeli sayur agar aku dapat menjual kembali esok paginya. Setelah membeli kebutuhan untuk berjualan saatnya aku beranjak ke sebuah pasar dimana aku menjajakan hasil sayur mayur yang sudah ku beli. Sehari-hari, keuntungan kami memang tidak seberapa. Namun hasil keringat kami untuk berjualan sayur mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari bahkan bisa membiayai aku dan adikku kuliah hingga saat ini. Aku memang memutuskan untuk tidak meminta pada orang lain, selama aku bisa mengupayakannya dengan kemampuanku sendiri. Terkadang, kami juga pernah merasa kekurangan akibat hasil jualan yang merugi, juga tak jarang dihantui kekhawatiran tidak mampu membiayai kebutuhan ini dan itu, akan tetapi hidup sudah dirancang sedemikian rupa agar mampu kami jalani. Tak jarang, kami juga merasa ingin seperti teman-teman yang lain, yang dapat menikmati kehidupannya tanpa beban yang harus ditanggung, namun aku bersyukur dengan keadaan, karena apa yang aku jalani sekarang ini dapat mendewasakan kami, menguatkan kami dan membuat kami menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Jika kebetulan penghasilan kami berlebih, kami syukuri dengan sesekali membeli makanan enak seperti sate padang yang dijual duapuluh ribuan. Selebihnya kami tabung, sebagai rasa syukur kami atas kerja keras kami selama ini dan sebagai simpanan bagi kami suatu hari.
Menjadi pedagang sayur tidak lantas membuat aku mengubur dalam-dalam mimpiku. Setelah aku lulus kuliah nanti, aku ingin membahagiakan adik dan keluargaku dengan hasil kerja kerasku sendiri. Aku ingin bekerja sesuai dengan apa yang aku minati sekarang yaitu di keilmuan sastra Inggris. Dunia pariwisata adalah hal yang menarik untukku. Aku bermimpi dapat berkeliling dunia dengan mengaplikasikan ilmu. Terkadang aku dihampiri rasa lelah, sehingga membuat motivasiku untuk menuntut ilmu tak jarang masih naik turun. Namun aku percaya bahwa Tuhan sudah memberikan jalan terbaik untukku. Aku yakin aku juga bisa seperti teman-teman yang lainnya dalam menggapai mimpi. Di saat kesulitan maupun kesusahan yang menerpa hidupku, di saat itulah Tuhan selalu mempersiapkan jalan keluar yang harus aku tempuh. Aku hanya bisa berharap aku mampu menjadi perempuan yang kuat, bukan perempuan yang menyerah dengan keadaan dan agar apa yang aku lakukan sekarang ini, dapat meringankan langkah orangtuaku menuju surga nanti.
Written by : Qori, Lintang, Sarah, Ratih
Photo by : Sarah